Blog yang kacau

Rabu, 05 Maret 2008

Jika bukan lagi aku

"bukan aku", itu serunya kepada kami,
"Lalu siapa?!!", seru Pakde menanyai pria kurus kering itu dengan pandangan bloon, serius, tapi sadis.
pria kurus itu ketakutan, matanya berkaca-kaca. ekspresi aneh mulai hiasi wajah berjerawatnya. bibirnya bergerak lontarkan argumen bagai peluru Catapult yang digunakan berperang di Cina. "siapa saja asalkan bukan aku, aku tahu semua orang yang dituduh akan mengatakan hal yang sama, dan saat ini kau pun akan berkata bahwa maling nga akan pernah ngaku. dan masalahnya disini, aku bukan maling, jadi.. haruskaha aku mengaku?"
benar-benar dialektika gaya Sokrates yang dikeluarkan oleh seorang yang memang sudah potongannya; pakaian kusam, compang-camping, sandal jepit yang bukan pasangannya, kaca mata hitam yang dijepitkan di kerah baju yang benar-benar sangat tidak cocok sama sekali.

Pakde lalu menoleh kearahku, kemudian berpaling kearah Paklik yang dari tadi nampak serius berpikir. Paklik merasakan permintaan tak terucap kakak laki-lakinya itu. paklik kemudian berkata "kalau aku bukan aku, maka sebaiknya kamulah yang menjadi aku. lalu siapakah kamu?"
jebakan pintar untuk tamatan SMP, namun tak cukup pintar untuk menjebak gelandangan jenius yang mungkin saja bisa menang olimpiade fisika atau mendapat penghargaan Nobel (siapa yang tahu?).
gelandangan itu menjawab "presiden Indonesia diganti 5 tahun sekali, Koffi Annan sudah bukan Sekretaris Jendral PBB lagi, yang punya rumah makan bisa poligami, kamu bisa saja bukan kamu, tapi aku tetaplah aku, dan aku bukanlah maling"